Jumat, 29 April 2011

Nasehat Bagi Si Sakit

Mush’ab bin Sa’d menuturkan: Abdullah bin Umar -
radhiyallahu’anhu- menemui Ibnu Amir -seorang Gubernur Bashrah-,
beliau datang untuk menjenguknya
yang sedang menderita sakit. Maka
Ibnu Amir pun berkata, “Tidakkah engkau mendoakan kebaikan
untukku kepada Allah, wahai Ibnu
Umar?”. Ibnu Umar menjawab, “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak diterima sholat tanpa bersuci demikian juga sedekah dari
harta rampasan (baca: hasil korupsi).’ sedangkan engkau sekarang ini
menjadi penguasa Bashrah.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [3/8-9]) Hadits yang agung ini mengandung
pelajaran di antaranya:
1. Wajib berada dalam keadaan suci
untuk sahnya sholat. Bahkan, umat
Islam telah sepakat bahwa thaharah
(suci) merupakan syarat sah sholat
(lihat Syarh Muslim [3/8])
2. Sahabat Ibnu Umar bermaksud
menasehati seorang gubernur
Bashrah -di saat dia terbaring sakit-
agar bertaubat dari penyimpangan
yang dilakukannya dengan
menyampaikan hadits ini. Namun, hal itu bukanlah berarti bahwa doa yang
dipanjatkan untuk kebaikan orang
fasik adalah doa yang tidak mungkin
dikabulkan (lihat Syarh Muslim [3/8])
3. Hendaknya menjenguk orang yang
sakit dan menyampaikan sesuatu
yang bermanfaat bagi kebaikan
dirinya, sebagaimana teladan yang
diberikan oleh Ibnu Umar
radhiyallahu’anhuma
4. Teladan yang menunjukkan bahwa
seorang ulama boleh menemui
penguasa dalam rangka
menasehatinya, dan hal itu bukanlah
perkara yang tercela atau dinilai
sebagai perbuatan menjilat penguasa
5. Kasih sayang kepada sesama muslim -
terlebih lagi kepada penguasa
mereka- yang diwujudkan dalam
bentuk nasehat -menginginkan
kebaikan- bagi mereka. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasehat.” Para sahabat bertanya, “Untuk siapa?”. Maka beliau menjawab, “Untuk -kesucian- Allah, Kitab-Nya, rasul-Nya, dan untuk
kebaikan para pemimpin kaum
muslimin serta rakyatnya.” (HR. Muslim dari Tamim ad-Dari, lihat Syarh Muslim
[2/116]). Di antara bentuk nasehat itu
adalah sebagaimana yang dilakukan
Ibnu Umar. Secara fisik, beliau
menjenguknya ketika menderita sakit.
Adapun secara ma’nawi, maka beliau pun menasehatinya dengan hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sungguh, sebuah teladan yang
demikian mengagumkan…
6. Memberikan nasehat hendaknya
menggunakan kata-kata yang tepat.
Di antara kata-kata yang paling baik
digunakan untuk menyampaikan
nasehat adalah hadits-hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
7. Hadits ini menunjukkan betapa besar
pengagungan generasi salaf terhadap
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan hadits itulah yang
menjadi syi’ar kehidupan mereka sehingga dengan mudahnya hadits-
hadits itu terlontar dalam percakapan
di antara mereka
8. Hendaknya seorang da’i memperhatikan kondisi mad’u -objek dakwah-nya. Apabila mereka
membutuhkan bantuannya -
sedangkan dia mampu- maka
semestinya dia mengulurkan bantuan
untuk mereka.
9. Hadits ini menunjukkan bahwa
semata-mata niat baik tidak bisa
menjadikan amalan yang salah
menjadi benar atau diterima. Orang
yang dengan ikhlas ingin
mengerjakan sholat tapi tidak suci, maka sholatnya tidak sah seikhlas
apapun niatnya. Demikian juga orang
yang bersedekah dengan ikhlas,
maka sedekahnya tidak diterima jika
hartanya berasal dari harta hasil
rampasan (baca: hasil korupsi) seikhlas apapun niatnya. Islam tidak
mengenal kaidah tujuan
menghalalkan segala cara.
10. Boleh meminta orang lain (yang salih)
untuk mendoakan kebaikan untuk
kepentingan pribadi, meskipun yang
lebih utama adalah berdoa sendiri
kepada Allah.
11. Apa yang diinginkan seseorang
belum tentu sesuatu yang terbaik
baginya.
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar