Kamis, 29 Desember 2011

keutamaaan menuntut ilmu

Penulis: Ustadz Muslim Atsari

sumber : UstadzMuslim

Kebodohan adalah salah satu sebab utama seseorang terjerumus ke dalam kemaksiatan dan kefasikan, bahkan ke dalam kemusyrikan atau kekafiran.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Kebaikan anak Adam adalah dengan iman dan amal shalih, dan tidaklah mengeluarkan mereka dari kebaikan, kecuali dua perkara:

Pertama: Kebodohan, kebalikan dari ilmu, sehingga orang-orangnya akan menjadi sesat.

Kedua: Mengikuti hawa-nafsu dan syahwat, yang keduanya ada di dalam jiwa. Sehingga orang-orang akan mengikuti hawa-nafsu dan dimurkai (oleh Allah)”. (Majmu’ Fatawa 15/242)

Demikian juga orang-orang yang beribadah kepada Allah dengan kebodohan, maka sesungguhnya mereka lebih banyak merusak daripada membangun! Sebagaimana dikatakan oleh sebagian Salafush Shalih:

مَنْ عَبَدَ اللهَ بِجَهْلٍ , أَفْسَدَ أَكْثَرَ مِماَّ يُصْلِحُ


Barangsiapa beribadah kepada Allah dengan kebodohan, dia telah membuat kerusakan lebih banyak daripada membuat kebaikan. (Majmu’ Fatawa 25/281)


KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU

Oleh karena bahaya penyakit kebodohan yang begitu besar, maka agama memberikan resep obat untuk menghilangkan penyakit tersebut. Yaitu mewajibkan para pemeluknya untuk menuntut ilmu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ


Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap muslim. [HR. Ibnu Majah, no:224, dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani di dalam Shahih Ibni Majah]



Demikian juga Alloh Ta’ala memerintahkan kepada umat untuk bertanya kepada ulama mereka. Firman Alloh:

فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ


Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS. 21:7)



YANG DIMAKSUD DENGAN ILMU

Yang dimaksudkan ilmu di sini adalah ilmu syar’i, ilmu yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya, dan diwariskan kepada para ulama pewaris para Nabi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ


Barangsiapa meniti satu jalan untuk mencari ilmu, niscaya –dengan hal itu- Allah jalankan dia di atas jalan di antara jalan-jalan sorga. Dan sesungguhnya para malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha terhadap thalibul ilmi (pencari ilmu agama). Dan sesungguhnya seorang ‘alim itu dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi, dan oleh ikan-ikan di dalam air. Dan sesungguhnya keutamaan seorang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama daripada seluruh bintang-bintang. Dan sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mewariskan ilmu. Baramngsiapa yang mengambilnya maka dia telah mengambil bagian yang banyak. [HR. Abu Dawud no:3641, dan ini lafazhnya; Tirmidzi no:3641; Ibnu Majah no: 223; Ahmad 4/196; Darimi no: 1/98. Dihasankan Syeikh Salim Al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin 2/470, hadits no: 1388]



Marilah kita perhatikan hadits yang agung ini. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan keutamaan menuntut ilmu pada awal kalimat, dan keutamaan ‘alim (orang yang berilmu) pada pertengahan kalimat, lalu pada akhir kalimat beliau n menjelaskan bahwa ilmu yang dimaksudkan adalah ilmu yang diwariskan para Nabi, yaitu ilmu agama yang haq!

Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Telah diketahui bahwa ilmu yang diwariskan oleh para Nabi adalah ilmu syari’at Allah ‘Azza wa Jalla, bukan lainnya. Sehinga para Nabi tidaklah mewariskan ilmu tekhnologi dan yang berkaitan dengannya kepada manusia.” [Kitabul ilmi, hal: 11, karya Syeikh Al-Utsaimin]

Ini bukan berarti bahwa ilmu dunia itu terlarang atau tidak berfaedah. Bahkan ilmu dunia yang dibutuhkan oleh umat juga perlu dipelajari dengan niat yang baik.

Beliau juga berkata: “Yang kami maksudkan adalah ilmu syar’i, yaitu: ilmu yang yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya, yang berupa penjelasan-penjelasan dan petunjuk. Maka ilmu yang mendapatkan pujian dan sanjungan hanyalah ilmu wahyu, ilmu yang diturunkan oleh Allah”. [Kitabul ilmi, hal: 11, karya Syeikh Al-Utsaimin]



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَبَلَّغَهَا فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ غَيْرِ فَقِيهٍ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ


Semoga Allah mengelokkan wajah seseorang yang telah mendengar perkataanku, lalu dia menyampaikannya. Terkadang orang yang membawa fiqih (ilmu; pemahaman; hadits Nabi) bukanlah ahli fiqih. Terkadang orang yang membawa fiqih membawa kepada orang yang lebih fiqih (faham) darinya. [HR. Ibnu Majah no:230, dan ini lafazhnya; Ahmad 5/183; Abu Dawud no: 3660; dan lainnya]



Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata: “Beliau n menamakan perkataan beliau dengan nama ilmu, bagi orang yang merenungkan dan memahaminya”. [Jami’ Bayanil Ilmi Wa Fadhlihi]

Oleh karena itulah wahai saudara-saudaraku yang tercinta, istilah ilmu tidaklah dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya kecuali terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, atau kesepakatan seluruh umat terhadap suatu perkara yang menghilangkan perselisihan, dan apa-apa yang dapat mendekatkan kepadanya. [Diambil dari perkataan Syeikh Salim Al-Hilali di dalam kitab Bahjatun Nazhirin 2/461]

Inilah kewajiban kita, kaum muslimin, baik terpelajar atau awam. Kita wajib mengetahui dan memahami apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan apa-apa yang Dia larang.



KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU

Sesungguhnya keutamaan menuntut ilmu sangat banyak, di sini cukuplah kami sebutkan beberapa faedah dari hadits di atas yang telah kami sampaikan:

  1. Allah memudahkan jalan ke sorga bagi orang yang menuntut ilmu.
  2. Malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha terhadap thalibul ilmi.
  3. Seorang ‘alim dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi, dan oleh ikan-ikan di dalam air.
  4. Keutamaan seorang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama daripada seluruh bintang-bintang.
  5. Para ulama itu pewaris para Nabi.



Semoga Alloh memberikan semangat kepada kita semua untuk menuntut ilmu agama dan mengamalkannya, sehingga meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.



Penulis: Ustadz Muslim Atsari

Memakmurkan Dan Mendatangi Masjid [Untuk Beribadah]


oleh :
Dr Shalih bin Ghanim bin Abdillah As-Sadlani.

                                                                                                         
M
asjid merupakan Baitullah, di dalamnya Ia disembah dan senantiasa disebut nama-Nya. Masjid merupakan menara petunjuk dan bendera Islam. Allah memuliakan serta mengagungkan orang yang mengikatkan dirinya dengan masjid.

Allah berfirman.

"Artinya : Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah" [Al-Jin : 18]

Masjid-masjid itu dibangun agar manusia mengerjakan shalat dan berdzikir kepada Allah, membaca Al-Qur'an dan taqarrub kepada-Nya, merendah di hadapan-Nya dan mengharapkan pahala di sisi-Nya.

Sesungguhnya memakmurkan masjid adalah bagian terbesar untuk taqarub kepada Allah
سبحانه و تعالى. Di antara bagian dari memakmurkan masjid adalah membangun, membersihkan, membentangkan permadani, meneranginya dan masih banyak lagi bagian-bagian dari pemerliharaan masjid. Adapula memakmurkan masjid dengan i'tikaf di dalamnya, shalat dan senantiasa mendatanginya dengan berjama'ah, mengajarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat, membaca Al-Qur'an, belajar dan mengajarkannya. As-Sunnah telah menjelaskan keutamaan dan balasan yang besar dalam memakmurkan, membangun dan memelihara masjid.

Diriwayatkan dalam shahih Muslim, Utsman
رضي الله عنه telah mendengar Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda.
"Artinya : Barangsiapa telah membangun masjid karena Allah
سبحانه و تعالى (Bukair berkata : Saya menyangka beliau berkata dengan mengharap wajah Allah), maka Allah akan membangunkannya rumah di Jannah" [Shahih Muslim 1/378 no. 533 urutan 24 kitab al-Masajid bab 4]

Maksudnya karena ikhlas dengan mengharap wajah Allah
سبحانه و تعالى semata serta mengharap keridhaan-Nya, tidak riya, sum'ah dan tidak pula karena mencari pujian manusia serta bukan karena satu tujuan atau tujuan-tujuan yang lain.

Seperti telah dijelaskan tentang keutamaan memakmurkan masjid, dijelaskan pula tentang keutamaan menyiapkan masjid untuk shalat dan pujian bagi orang yang melaksanakannya. Dalam shahih Muslim, Abu Hurairah berkata : Sesungguhnya ada seorang wanita berkulit hitam yang berkhidmat pada masjid (dalam riwayat lain ; seorang pemuda). Suatu ketika Rasulullah
صلی الله عليه وسلم tidak melihatnya, maka beliau bertanya tentang dia, para shahabat menjawab, Ia telah meninggal. Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda.

"Apakah tidak ada kemampuan bagimu untuk memberitahukan kepadaku (tentang kematiannya, ada yang menjawab, sepertinya mereka menganggap kecil masalah itu. Rasulullah
صلی الله عليه وسلم bersabda :
"Tunjukkan padaku kuburannya, maka ditunjukkanlah beliau pada kuburan tersebut, beliau mendo'akannya kemudian bersabda:"Artinya : Sesungguhnya ahli kubur ini dipenuhi kegelapan dan Allah meneranginya dengan shalatku terhadap mereka" [Shahih Muslim 2/658 no 956 urutan 71 Kitab al-Janaiz bab ash-shalat 'ala al-Kubur]

Telah ada beberapa nash sharih lagi shahih yang menjelaskan keutamaan mendatangi masjid untuk menunaikan shalat, dzikir dan qira'ah Qur'an. Orang yang menziarahi masjid itu berada dalam penjagaan Allah dan mendapatkan rahmat-Nya selagi ia duduk didalamnya, menjaga adab-adabnya dan selalu menghubungkan hatinya dengan Allah.

Sesungguhnya shalat seseorang di dalam masjid dilebihkan dari shalat yang dilakukan di rumah atau di pasar dengan 25 derajat atau 27 derajat. Beberapa nash telah menjelaskan bahwa orang yang mendatangi masjid dalam gelap, maka Allah akan meneranginya dengan sempurna pada hari kiamat, seperti orang yang pergi ke masjid di pagi hari atau di malam hari, Allah akan menyediakan baginya rumah di jannah. Ini merupakan fadhilah yang besar, takkan ada orang yang melampui batas atau meremehkannya kecuali orang yang lalai atau pemalas, maka haram baginya mendapatkan kebaikan saudaranya semuslim.

Lihat beberapa hadits yang telah menjelaskan apa yang telah saya katakana ini, supaya menjadi ilmu, bashirah dan petunjuk, dengan itu pula supaya kalian melaksanakan rukun ini sebagai ilham dari syi'ar-syi'ar Islam di masjid bersama jama'ah lain untuk mendapatkan ridha dan balasan dari Allah di dunia dan di akhirat.

Dari Abu Hurairah, Nabi
صلی الله عليه وسلم bersabda.

"Artinya : Shalat seseorang (di masjid dengan berjama'ah) itu dilebihkan dengan 25 derajat dari shalat yang dikerjakan di rumah dan di pasar, sesungguhnya salah seorang di antara kalian jika berwudlu kemudian menyempurnakannya lalu mendatangi masjid, tak ada keinginan yang lain kecuali untuk shalat, maka tidaklah ia melangkah dengan satu langkah pun kecuali Allah mengangkatnya satu derajat, dan terhapus darinya satu kesalahan hingga ia masuk masjid ..." [Muttafaqun 'alaih, Lu'lu wal Marjan, yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim 1/131 no. 387]

Orang yang menziarahi masjid berada dalam perlindungan dan rahmat dari Allah selagi tetap dalam duduk dan menjaga adab-adabnya dengan menghadapkan hati kepada Allah semata.

Dari Abu Hurairah
رضي الله عنه, Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda.

"Artinya : Maukah aku tunjukkan kepadamu sesuatu yang menyebabkan Allah
menghapuskan kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat ..? para shahabat  menjawab ; Ya wahai Rasulullah, beliau bersabda, "Menyempurnakan wudlu meski dalam keadaan susah dan banyak-banyak mendatangi masjid, menunggu shalat setelah shalat.... itulah ribat, itulah ribat, itulah ribat" [Shahih Muslim 1/219 no 251 urutan 41 bab 14 kitab At-Thaharah]

Allah berfirman.

"Artinya : Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas" [An-Nur : 36-38]

Banyak sekali ayat dan hadits-hadits dalam bab ini, maka bagi orang yang berkhidmat di masjid dan bertanggung jawab atas masjid baik atas nama pribadi, jama'ah, yayasan atau yang lain haruslah menghidupkan masjid dengan membangun, membersihkan, menghamparkan permadani, penerangan dan kesinambungan pemenuhan air serta lainnya yang termasuk di dalamnya demi kemudahan dan kelancaran hamba Allah untuk melaksanakan amal-amal yang besar di dalam masjid.


[Disalin dari kitab Shalat Al-Jama'ah Hukmuha Wa Ahkamuha Wat Tanbih 'Ala Ma Yaqa'u Fiiha Min Bid'ain Wa Akhthain edisi Indoensia Shalat Berjama'ah, Panduan Hukum, Adab, Hikmah. hal 61-65, Pustaka Arafah]
Kategori: Shalat
Sumber: http://www.almanhaj.or.id

Minggu, 06 November 2011

Keseharian yang isami


Keseharian yang isami
Oleh : ASY-SYAIHKH HUSAIN AL-AWAISAH hafidzahullahu

1.       Sudahkah engkau shalat fajar (subuh) di masjid? (ikhwan-pen)
2.       Sudah engkau menjaga semua shalat fardhu di masjid? (ikhwan-pen)
3.       Sudahkah engkau hari ini membaca Al-Qur’an?
4.       Apakah engkau berdzikir dan wirid setiap selesai shalat?
5.       Apakah engkau menjaga shalat sunnah Rawatib Qabliyah dan Ba’diyah?
6.       Sudahkah engkau khusu’ dalam shalatmu dengan memahami apa yang engkau baca?
7.       Apakah engkau selalu mengingat mati dan alam kubur?
8.       Apakah engkau sudah mengingat hari akhir beserta kengerian dan kedahsyatnya?
9.       Apakah engkau sudah meminta kepada Allah untuk memasukkanmu kedalam surge sebanyak tiga kali?. Karena sesungguhnya barang siapa yang memohon kepada Allah agar dimasukkan kedalam surge. Maka surga itu akan berkata : “ Ya Allah masukkanlah ia ke dalam surge”(1)
10.   Sudahkah engkau memohon perlindungan kepada Allah dari azab Neraka sebanyak tiga kali? Karena  barang siapa berbuat demikian maka neraka akan berkata :”Ya Allah lindungilah ia dari neraka”
11.   Sudahkah engkau membaca hadist-hadist Rasulullah Shallallahi alaihi was sallam?
12.   Sudahkah engkau berfikir untuk menjauhi teman-teman yang buruk?
13.   Sudahkah engkau berusaha untuk menjauhi banyak tertawa dan bercanda?
14.   Sudah nkah engkau hari ini menangis karena takut kepada Allah?
15.   Sudahkah engkau membaca dzikir pagi dan sore?
16.   Sudahkah engkau beristighfar kepada Allah atas dosa-dosamu?
17.   Sudahkah engkau memohon mati syahid kepada Allah dengan sebenar-benarnya? Karena sesun gguhnya Rasulullah shallallahi alaihi was sallam bersabda :” barang siapa yang memohon mati syahid dengan sebenar-benarnya niscaya Allah Azza Wa Jalla akan menyampaikannya dengan kedudukan para syuhada meskipun ia meninggal di atas tempat tidurnya”(HADIST RIAYAT MUSLIM)
18.   Sudahkah engkau berdo’a kepada  Allah agar menetapkan hatimu di atas agama-Nya?
19.   Sudahkah engkau memanfaatkan waktu-waktu mustajab  dan berdo’a kepada Allah pada waktu-waktu tersebut?
20.   Sudahkah engkau membeli sebuah buku islam yang baru yang membuatmu semakin paham kepada agamamu?
21.   Sudahkah engkau memohon ampunan unytuk kaum mukminin dan mikminat?karena engkau akan mendapat kebaikan dari setiap  (yang engkau do’akan/mohonkan ampun)
22.   Sudahkah engau memuji allah azza wa jalla atas nikmat islam?
23.   Sudahkah engkau memuji allah azza wa jalla atas nikmmat pendegaran pengelihatan hati dan seluruh nikmat – nikmat-NYA?
24.   Sudahkah engkau hariini bersedekah kepada orang-orang fakir dan orang-orang yang membutuhkan?
25.   Sudahkah engkau meninggalkan marah karena nafsumu dan engkau berusaha untuk tidak marah kecualiu karena Allah ?
26.   Sudahkah engkau meninggalkan sifat sombong dan bangga terhadap diri sendiri ?
27.   Sudahkah engkau menggunjungi saudarmu fillah?
28.     Sudahkah engkau berdakwah kepada saudara-saudaramuu , tetanggamu dan orang-orang yang mempunyai hubungan dengan mu?
29.   Sudahkah engkau termasuk orang yang berbuat baik kepada orang tuamu?
30.   Sudahkah engaku ketika tertimpa musibah mengucapkan do’a:
“ innalillahi wa inna lillahi roji’un”(3)
31.   Sudahkah engkau pada hari ini berdo’a dengan do’a ini: “ allohumma inni a’udzubika usyrikabika say’an wa ana a’lam wa astarhfiruka bima la a’lama”
“ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari menyekutukan mu dan aku mengetahuinya. Dan aku mohon ampun kepadamu atas dosa-dosa yang tidak aku ketahui.”
Barang siapa membaca do’a ini maka Allah akan menjauhkan dirinya dari syirk besar dan syirik kecil (4)


Foote note:
1.       Lengkapnya hadist :” barang siapa yang memohon surge kepada Allah sebanyk 3 kali, maka surge itu akan berkat : “ ya Allah masukkan lah ia kedalam surga. Dan barang siapa yang memohon perlindungan dari neraka sebanyak 3 kali maka neraka itu akan berkata: “ Ya Allah lindungilah ia dari neraka “ HR>TIRMIDZI dan dishohihkan oleh AL-Albani dalam shihul jami’ nomor 6151 jilid 6)
2.       Ibid
3.       Rasulullah salallahu alaihi was sallam bersabda : “ hendaklah setiap kalian mengucapkan istirja dalam segala hal, sampai dalam masalah tali sandalnya , karena demikian itu termasuk musibah”( hadist ini di shohihkan oleh syaikh kami Al-albani dalam kitab alkalimatut toyyib no.130)
4.       Lihat shohihul jami’ no.3625



Di sadur dari kitab “ adzab dan nikmat alam kubur “ oleh syaikh Husain Al-Awaisah, penerbit pustaka Attauhid. Hal130)

Minggu, 30 Oktober 2011

Ketika Mulai “Ngaji”: Terlalu Semangat, Keras dan Kebablasan



Kami sempat melakukanya di awal-awal kami mengenal dakhwah ahlus sunnah wal jama’ah karena kebodohan kami akan ilmu. Kemudian kami ingin membagainya supaya ikhwan-akhwat bisa mengambil pelajaran dan mengingatkan mereka yang telah lama mengenal anugrah dakwah ahlus sunnah khususnya  kami pribadi. Beberapa hal tersebut ada sepuluh berdasar pengalaman kami:
  1. Merasa lebih tinggi derajat dan akan terbebas dari dosa karena sudah merasa mengenal Islam yang benar.
  2. Terlalu semangat menuntut ilmu agama sampai lupa kewajiban yang lain.
  3. Kaku dalam menerapkan ilmu agama padahal Islam adalah agama yang mudah.
  4. Keras dan kaku dalam berdakwah.
  5. Suka berdebat dan mau menang sendiri bahkan menggunakan kata-kata yang kasar.
  6. Menganggap orang di luar dakwah ahlus sunnah sebagai saingan bahkan musuh.
  7. Berlebihan membicarakan kelompok tertentu dan ustadz/ tokoh agama tertentu.
  8. Tidak serius belajar bahasa arab.
  9. Tidak segera mencari lingkungan dan teman yang baik.
  10. Hilang dari pengajian dan kumpulan orang-orang yang shalih serta tenggelam dengan kesibukan dunia.
Kemudian kami coba jabarkan satu-persatu.baca selengkapnya

Minggu, 31 Juli 2011

Misteri Penyaliban Yesus

Sesungguhnya penolakan kaum muslimin
terhadap dogma penyaliban Isa al-Masih (Yesus)
guna menebus dosa manusia adalah bersumber
dari keimanan mereka yang dalam kepada kabar
yang diberitakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
dalam kitab suci al-Qur’an yang mulia. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menolak mitos ini
dengan penolakan yang tegas dan keras. Allah
berfirman: ِﻪَّﻠﻟﺍ َﻝﻮُﺳَﺭ َﻢَﻳْﺮَﻣ َﻦْﺑﺍ ﻰَﺴﻴِﻋ َﺢﻴِﺴَﻤْﻟﺍ ﺎَﻨْﻠَﺘَﻗ ﺎَّﻧِﺇ ْﻢِﻬِﻟْﻮَﻗَﻭ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َّﻥِﺇَﻭ ْﻢُﻬَﻟ َﻪِّﺒُﺷ ْﻦِﻜَﻟَﻭ ُﻩﻮُﺒَﻠَﺻ ﺎَﻣَﻭ ُﻩﻮُﻠَﺘَﻗ ﺎَﻣَﻭ َﻉﺎَﺒِّﺗﺍ ﺎَّﻟِﺇ ٍﻢْﻠِﻋ ْﻦِﻣ ِﻪِﺑ ْﻢُﻬَﻟ ﺎَﻣ ُﻪْﻨِﻣ ٍّﻚَﺷ ﻲِﻔَﻟ ِﻪﻴِﻓ ﺍﻮُﻔَﻠَﺘْﺧﺍ ﺎًﻨﻴِﻘَﻳ ُﻩﻮُﻠَﺘَﻗ ﺎَﻣَﻭ ِّﻦَّﻈﻟﺍ “dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya Kami
telah membunuh Al Masih, `Isa putra Maryam, Rasul
Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan
tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka
bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan `Isa
bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) `Isa,
benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang
dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan
tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti
persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin
bahwa yang mereka bunuh itu adalah `Isa.” (Al- Nisaa’: 157)
Akan tetapi berbeda dengan umat Nasrani yang menjadikan akidah penyaliban Yesus sebagai inti
dari iman Kristiani dan sebagai satu-satunya jalan
untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Karena
itu salib menjadi lambang dan symbol bagi agama
mereka!! (Lihat Lukas 23: 46; Mathius 27: 50;
Yohanes 19: 28; Roma 5: 8-9; Timotius 2? 5-6). Yang sangat mengherankan adalah perbedaan
umat Nasrani tentang bentuk penyaliban ini, yang
mengindikasikan kepada kacaunya doktrin palsu
ini!
Sesungguhnya setiap yang ada kaitannya dengan
kisah penyaliban ini menjadi ajang perselisihan di antara Injil-Injil mereka dan sejarahwan mereka.
Mereka berselisih tentang waktu perjamuan malam
terakhir yang menjadi salah satu mukaddimah dari
penyaliban. Mereka berselisih tentang murid
pengkhianat yang menunjukkan Yesus dan
mereka berselisih tentang semuanya. Mereka berselisih, apakah penyaliban itu terjadi
minimal sehari sebelum perjamuan makan terakhir
seperti penuturan Lukas, atau di tengah-tengahnya
setelah Isa al-Masih memberinya suapan seperti
penuturan Yohanes!
Mereka berselisih jam berapa Yesus disalib, Apakah jam sembilan seperti laporan Markus (15: 25)
ataukah di atas jam 12 seperti laporan Yohanes
(19: 14)?
Mereka berselisih, Apakah Yesus disalib dengan
suka rela seperti laporan Efesus (5: 2) ataukah
karena terpaksa seperti laporan Markus (14: 33-34) dan Yohanes ( 12: 27)?
Mereka berselisih, Apakah Yesus yang membawa
salibnya sebagaimana riwayat Yohanes –menurut
kebiasaan orang yang akan disalib menurut
ucapan Nitonham- ataukah Sam’an al-Qairawani
sebagaimana yang diceritakan oleh ketiga pengarang Injil yang lain?
Mereka berselisih, tulisan apakah yang ada di atas
tiang salib? Apakah tertulis “Raja orang
Yahudi” (Markus 15: 26), ataukah “Inilah Raja
orang Yahudi” (Lukas 23: 38), ataukah “Inilah
Yesus Raja orang Yahudi (Mathius 27: 37), ataukah “Yesus, orang Nasaret, Raja orang
Yahudi” (Yohanes 19: 19)
Mereka berselisih tentang sikap kedua pencuri
yang juga disalib di samping kanan dan kiri Yesus.
Apakah keduanya yang mencaci Yesus, bahwa
Tuhannya telah menyerahkannya kepada musuh- musuhnya (Mathius 27: 44 dan Markus 15: 32),
ataukah hanya satu orang saja dan yang lainnya
menghardik temannya yang mencela ini (Lukas 23:
39)?
Mereka berselisih, berapakah orang yang bersaksi
dusta pada waktu penghakiman Yesus? Apakah dua orang (Mathius 26: 60) ataukah beberapa
orang (Markus 14: 57), ataukah tidak diketahui
seperti Lukas dan Yohanes yang diam seribu
bahasa.
Mereka berselisih apakah Yesus mengecap anggur
bercampur empedu (Mathius 27: 33-34) ataukah menolaknya (Markus 15: 23)
Mereka berselisih, apakah teriakan Yesus sewaktu
disalib? Apakah Eli, Eli Lima Sabakhtani (Mathius 27:
46-52; Markus 15: 34-38), ataukah Ya Bapa, ke
dalam tangan-Mu kuserahkan nyawaku (Lukas 23:
45-46). Mereka berselisih, apakah Yesus mengatakan “Saya
haus” ketika disalib (Yohanes 19: 28-29) ataukah
tidak (Mathius 27: 48 dan Markus 15: 36)?
Mereka berselisih apa yang terjadi setelah
penyaliban, apakah Hijab Haekal terbelah dari atas
ke bawah (Markus), ataukah di samping itu bumi berguncang, bebatuan terpecah belah, mayat-
mayat orang suci banyak yang bangkit dari
kuburnya lalu masuk ke kota suci dan terlihat oleh
banyak orang (Mathius), ataukah matahari menjadi
gelap dan Hijab Haekal terbelah dari tengahnya.
Dan tatkala pemimpin mereka melihat hal itu langsung memuji Allah sambil mengatakan: “Orang
ini benar-benar orang baik” (Lukas)?! . Ataukah
seperti Yohanes yang bungkam seribu bahasa,
tidak tahu sama sekali tentang peristiwa ini?
Mereka berselisih, siapakah yang menurunkan
tubuh Yesus dari tiang salib, apakah Yusuf Arimatea sendiri (Mathius 27: 59-60, Markus 15:
45-46, dan Lukas 23: 53). Ataukah Yusuf Arimatea
dan Nicademus (Yohanes 19: 38-42)?!
Banyaknya kontradiksi dalam kisah penyaliban
Yesus ini terjadi karena para murid Yesus tidak ada
yang menyaksikan penyaliban (Markus 14: 50). Hal ini membuktikan bahwa mereka hanya mengikuti
persangkaan belaka dan tidak yakin bahwa yang
dibunuh itu adalah Yesus (Isa ‘Alaihi Sallam)
Maha Benar Allah dalam firman-Nya dalam al-
Qur’an Surat al-Nisaa’: 157: ِﻪَّﻠﻟﺍ َﻝﻮُﺳَﺭ َﻢَﻳْﺮَﻣ َﻦْﺑﺍ ﻰَﺴﻴِﻋ َﺢﻴِﺴَﻤْﻟﺍ ﺎَﻨْﻠَﺘَﻗ ﺎَّﻧِﺇ ْﻢِﻬِﻟْﻮَﻗَﻭ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َّﻥِﺇَﻭ ْﻢُﻬَﻟ َﻪِّﺒُﺷ ْﻦِﻜَﻟَﻭ ُﻩﻮُﺒَﻠَﺻ ﺎَﻣَﻭ ُﻩﻮُﻠَﺘَﻗ ﺎَﻣَﻭ َﻉﺎَﺒِّﺗﺍ ﺎَّﻟِﺇ ٍﻢْﻠِﻋ ْﻦِﻣ ِﻪِﺑ ْﻢُﻬَﻟ ﺎَﻣ ُﻪْﻨِﻣ ٍّﻚَﺷ ﻲِﻔَﻟ ِﻪﻴِﻓ ﺍﻮُﻔَﻠَﺘْﺧﺍ ﺎًﻨﻴِﻘَﻳ ُﻩﻮُﻠَﺘَﻗ ﺎَﻣَﻭ ِّﻦَّﻈﻟﺍ “dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya Kami
telah membunuh Al Masih, `Isa putra Maryam, Rasul
Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan
tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka
bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan `Isa
bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) `Isa,
benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang
dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan
tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti
persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin
bahwa yang mereka bunuh itu adalah `Isa.” Dan Maha Benar Allah dalam firman-Nya tentang al-
Qur’an yang suci: ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﺮْﻴَﻏ ِﺪْﻨِﻋ ْﻦِﻣ َﻥﺎَﻛ ْﻮَﻟَﻭ َﻥﺍَﺀْﺮُﻘْﻟﺍ َﻥﻭُﺮَّﺑَﺪَﺘَﻳ ﺎَﻠَﻓَﺃ ﺍًﺮﻴِﺜَﻛ ﺎًﻓﺎَﻠِﺘْﺧﺍ ِﻪﻴِﻓ ﺍﻭُﺪَﺟَﻮَﻟ “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al
Qur’an? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi
Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan
yang banyak di dalamnya.” (al-Nisaa’: 82)
Sungguh usaha yang berat dan mustahil untuk
menutupi aib kitab-kitab Injil yang telah dirubah- rubah; yang telah mereka akui sendiri bahwa tidak
seperti ini Injil diturunkan kepada Nabi Isa. Bahkan
para saksi yang terpercaya lari tunggang langgang
tidak ada yang menghadiri peristiwa penyaliban
ini.
Maka usaha untuk meyakinkan kebenaran penyaliban tidak ubahnya usaha seorang desa
yang lugu yang ingin meyakinkan para ulama
(pakar) bahwa bom atom itu dibuat dari tepung
jagung!!
Mari kita lanjutkan perbincangan kita tentang
misteri penyaliban Yesus. Kitab-Kitab Injil menceritakan bahwa Yesus memberikan
Tanabbu’at (ramalan-ramalan) tentang
keselamatannya dari usaha pembunuhan:
Suatu saat orang-orang Farisi dan imam imam
kepala Kahin (dukun) mengutus penjaga Bait Allah
untuk menangkapnya. Maka Yesus berkata kepada mereka: “Tinggal sedikit waktu saja Aku akan
bersama kalian dan sesudah itu Aku akan pergi
kepada Dia yang telah mengutus Aku. Kamu akan
mencari Aku, tetapi kamu tidak akan bertemu
dengan-Ku sebab kamu tidak dapat ke tempat Aku
berada” (Yohanes: 32-34). Dalam kesempatan lain Yesus berkata: “Aku akan
pergi, dan kamu akan mencari aku, dan kamu
akan mati dalam dosa-dosa kamu. Ke mana aku
pergi kamu tidak akan dapat datang ke sana”.
Maka orang-orang Yahudi berkata: “Barangkali Dia
akan bunuh diri, karena dia berkata: “Ke mana aku pergi kamu tidak akan dapat ke sana”.
Dia berkata kepada mereka: “Kamu dari bawah
sedangkan aku dari atas. Kamu dari alam ini
sedangkan aku tidaklah dari alam ini…… Manakala
kamu mengangkat anak manusia maka kamu
mengetahui bahwa akulah dia. Aku tidak melakukan apapun dari diriku sendiri. Aku tidak
mengucapkan kecuali apa yang telah diajarkan
Bapak kepadaku. Dan Bapak yang telah mengutus
aku, ia menyertai aku. Ia tidak membiarkan aku
sendiri, sebab aku senantiasa berbuat apa yang
berkenan kepada-Nya (Yohanes 8: 21-29). Kemudian akhirnya Yesus berkata kepada mereka:
“Kamu tidak akan melihat aku kecuali pada hari
kamu berbisik. Maha suci orang yang datang
dengan nama Bapak. Dan telah keluar
Yasu’ (Yesus) dari Haekal…… (Mathius 32: 39; 24: 1;
Lukas 13: 35). Nash-nash Injil ini menggambarkan bahwa Yesus
benar-benar percaya bahwa Allah Subhanahu wa
Ta’ala tidak akan menyerahkannya kepada
musuh-musuh-Nya dan tidak akan
membiarkannya sendirian.
“Akan datang suatu saat, bahkan telah datang sekarang, di mana kamu akan berpecah belah.
Masing-masing ada dalam jalannya dan kamu
meninggalkan aku sendiri. Akan tetapi aku tidak
sendirian karena Bapak bersamaku…… Kamu akan
mengalami kesulitan di dunia ini. Maka beranilah;
aku telah mengalahkan dunia ini!! (Yohanes 16: 32-33).
Oleh karena itu setiap orang yang berat, bahkan
seluruh orang yang menghadiri sandiwara
penyaliban ini!! Semuanya melecehkan al-Masih.
Dan ini mustahil untuk Nabi Isa ‘Alahi Sallam,
sebagaimana yang dilaporkan oleh penulis Injil ini: “Orang-orang yang lewat menggeleng-gelengkan
kepala mereka dan mencacinya. Mereka berkata:
“Jika kamu putra Allah, maka bebaskanlah dirimu,
turunlah dari tiang salib.” Para imam-imam kepala
dan para pengajar syariah serta para sesepuh
melecehkannya, mereka mengatakan: “Dia menyelamatkan orang lain dan tidak mampu
menyelamatkan dirinya sendiri?! Dia raja Israel,
maka hendaklah dia turun sekarang dari tiang
salib agar kita beriman kepada-Nya; Dia tawakkal
kepada Allah dan berkata: “Aku putra Allah, maka
seharusnya Allah menyelamatkannya jika Dia benar-benar ridha kepadanya”. Dan dua pencuri
yang disalib bersamanya itu juga mencemoohnya
dengan mengatakan seperti ucapan ini”.
Di sini Injil-Injil itu menggambarkan bahwa
kepercayaan Yesus mulai goyah –ini tentu mustahil
bagi Nabi Isa ‘Alaihi Sallam. “Ia datang bersama Yasu’ ke sebuah tempat yang
bernama Jatsimani. Dia berkata kepada mereka:
“Duduklah kalian di sini hingga aku pergi dan
shalat di sana. Kemudian dia membawa serta Petrus
dan dua putra Zubdi. Dia mulai merasa sedih dan
gelisah, maka dia berkata kepada mereka: “Jiwaku sedih sampai mati. Tinggallah di sini dan
bergadanglah bersamaku. Dia menjauh sedikit dari
mereka dan bersungkur sujud dan shalat, maka
dia berdo’a: “Jika memungkinkan wahai Bapak,
maka lewatkanlah gelas ini dari diriku, akan tetapi
bukan seperti yang aku inginkan melainkan seperti yang Engkau inginkan. Kemudian dia
mendatangi murid-muridnya, ternyata ia mendapat
mereka sedang tidur…… dia menjauh lagi dan
shalat lalu berkata: “Wahai Bapak, jika tidak
mungkin Engkau melewatkan gelas ini dariku,
kecuali aku harus meminumnya maka hendaklah itu kehendak-Mu. Kemudian ia mendatangi mereka
lagi ternyata mereka tetap tidur…… Dia kembali
shalat lalu mengulang-ulang ucapan tadi kemudian
mendatangi murid-muridnya lagi dan berkata
kepada mereka: “Apakah masih tidur dan
beristirahat?! Telah datang saatnya putra manusia diserahkan kepada tangan-tangan orang yang
berdosa” (Mathius 26: 36-40).
Lukas melaporkan peristiwa ini dengan
mengatakan: “Dia berada dalam kesempitan, maka
dia memaksa dirinya dalam shalat. Keringatnya
seperti tetesan-tetesan darah yang berjatuhan di atas tanah. Dia bangkit dari shalat dan mendatangi
murid-muridnya ternyata dia mendapati mereka
tidur, karena sedih maka dia berkata kepada
mereka: “Kenapa kalian tidur?! Bangunlah dan
shalatlah supaya kamu tidak terjatuh dalam cobaan
ini (Lukas 22: 44). Oleh karena pelecehan terhadp klaim al-Masih ini –
menurut mereka- dan karena keyakinan al-Masih
bahwa Allah selalu bersama-Nya dan tidak akan
menghinakannya, maka sangat logis jika penulis
Injil yang membuat-buat kedustaan tentang
peristiwa ini menutup pertunjukan ini dengan adegan yang menggambarkan kepedihan al-Masih
dan kekecewaannya kepada Allah, Maha Suci Allah
dari kedustaan mereka ini- penulis yang
mengarang-ngarang itu mengatakan: “Pada waktu
Zhuhur, seluruh permukaan bumi tertutup gelap
hingga jam tiga. Kira-kira jam tiga berserulah Yasu’ (Yesus) dengan suara nyaring: “Eli, Eli, Lama
Sabakhtani?”. Artinya: Allahku, Allahku, Mengapa
Engkau meninggalkan aku? (Mathius 27: 46 /
Markus 15: 34).
Bila kita telah mengetahui mutu kisah penyaliban
ini dalam timbangan kritis maka gugurlah keyakinan apa saja yang dibangun di atasnya
seperti akidah pengorbanan dan penebusan dosa. Hanya Allah yang membimbing dan menuntun kepada jalan hidayah-Nya yang lurus. Tidak ada Rabb kecuali Dia dan tidak ada Ilah yang hak selain Dia. (Majalah Qiblati Edisi 1 Tahun I) dikutip dari http://qiblati.com/misteri-penyaliban-
yesus.html

Keyakinan Umat Islam Tentang Isa Al-Masih

“Dia Bukan Tuhan dan Bukan Anak Tuhan” Sesungguhnya keyakinan kaum muslimin tentang
al-Masih adalah berdasarkan kepada al-Qur’an dan
Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Maka kami mengimani, bahwa Isa ‘Alaihi Sallam
adalah salah satu hamba dari hamba Allah dan
salah satu Rasul dari Rasul-Rasul Allah yang mulia. Allah mengutusnya kepada Bani Israel, menyeru
mereka kepada Allah agar mentauhidkan dan
menyembah-Nya. Allah berfirman : ُﻝﻮُﺳَﺭ ﻲِّﻧِﺇ َﻞﻴِﺋﺍَﺮْﺳِﺇ ﻲِﻨَﺑﺎَﻳ َﻢَﻳْﺮَﻣ ُﻦْﺑﺍ ﻰَﺴﻴِﻋ َﻝﺎَﻗ ْﺫِﺇَﻭ ﺍًﺮِّﺸَﺒُﻣَﻭ ِﺓﺍَﺭْﻮَّﺘﻟﺍ َﻦِﻣ َّﻱَﺪَﻳ َﻦْﻴَﺑ ﺎَﻤِﻟ ﺎًﻗِّﺪَﺼُﻣ ْﻢُﻜْﻴَﻟِﺇ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﺕﺎَﻨِّﻴَﺒْﻟﺎِﺑ ْﻢُﻫَﺀﺎَﺟ ﺎَّﻤَﻠَﻓ ُﺪَﻤْﺣَﺃ ُﻪُﻤْﺳﺍ ﻱِﺪْﻌَﺑ ْﻦِﻣ ﻲِﺗْﺄَﻳ ٍﻝﻮُﺳَﺮِﺑ ٌﻦﻴِﺒُﻣ ٌﺮْﺤِﺳ ﺍَﺬَﻫ ﺍﻮُﻟﺎَﻗ “Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata:
“Hai Bani Israel, sesungguhnya aku adalah utusan
Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun)
sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar
gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang
akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)” Maka tatkala rasul itu datang
kepada mereka dengan membawa bukti-bukti
yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang
nyata”. (al-Shaff: 6)
Jadi Isa ‘Alaihi Sallam bukan Tuhan atau
sesembahan dan bukan putra Allah seperti yang diklaim oleh orang-orang Nasrani. Allah berfirman: َﻢَﻳْﺮَﻣ ُﻦْﺑﺍ ُﺢﻴِﺴَﻤْﻟﺍ َﻮُﻫ َﻪَّﻠﻟﺍ َّﻥِﺇ ﺍﻮُﻟﺎَﻗ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َﺮَﻔَﻛ ْﺪَﻘَﻟ ْﻢُﻜَّﺑَﺭَﻭ ﻲِّﺑَﺭ َﻪَّﻠﻟﺍ ﺍﻭُﺪُﺒْﻋﺍ َﻞﻴِﺋﺍَﺮْﺳِﺇ ﻲِﻨَﺑﺎَﻳ ُﺢﻴِﺴَﻤْﻟﺍ َﻝﺎَﻗَﻭ ْﺪَﻘَﻓ ِﻪَّﻠﻟﺎِﺑ ْﻙِﺮْﺸُﻳ ْﻦَﻣ ُﻪَّﻧِﺇ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻪَّﻠﻟﺍ َﻡَّﺮَﺣ َﻦﻴِﻤِﻟﺎَّﻈﻠِﻟ َﺎﻣَﻭ ُﺭﺎَّﻨﻟﺍ ُﻩﺍَﻭْﺄَﻣَﻭ َﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ٍﺭﺎَﺼْﻧَﺃ ْﻦِﻣ “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang
berkata: “Sesungguhnya Allah adalah Al Masih
putra Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata:
“Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan
Tuhanmu” Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan
tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-
orang zalim itu seorang penolongpun.” (al-
Maaidah: 72)
Allah berfirman: ُﺢﻴِﺴَﻤْﻟﺍ ﻯَﺭﺎَﺼَّﻨﻟﺍ ِﺖَﻟﺎَﻗَﻭ ِﻪَّﻠﻟﺍ ُﻦْﺑﺍ ٌﺮْﻳَﺰُﻋ ُﺩﻮُﻬَﻴْﻟﺍ ِﺖَﻟﺎَﻗَﻭ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َﻝْﻮَﻗ َﻥﻮُﺌِﻫﺎَﻀُﻳ ْﻢِﻬِﻫﺍَﻮْﻓَﺄِﺑ ْﻢُﻬُﻟْﻮَﻗ َﻚِﻟَﺫ ِﻪَّﻠﻟﺍ ُﻦْﺑﺍ َﻥﻮُﻜَﻓْﺆُﻳ ﻰَّﻧَﺃ ُﻪَّﻠﻟﺍ ُﻢُﻬَﻠَﺗﺎَﻗ ُﻞْﺒَﻗ ْﻦِﻣ ﺍﻭُﺮَﻔَﻛ “Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putra
Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu
putra Allah”. Demikian itulah ucapan mereka
dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan
orang-orang kafir yang terdahulu. Dila`nati Allah-
lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (al-Taubah: 30)
Kalimat pertama yang diucapkan oleh Isa ‘Alaihi
Sallam, tatkala Allah membuatnya berbicara pada
waktu ia berada dalam gendongan ibunya: ﺎًّﻴِﺒَﻧ ﻲِﻨَﻠَﻌَﺟَﻭ َﺏﺎَﺘِﻜْﻟﺍ َﻲِﻧﺎَﺗﺍَﺀ ِﻪَّﻠﻟﺍ ُﺪْﺒَﻋ ﻲِّﻧِﺇ َﻝﺎَﻗ “Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah,
Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan
aku seorang nabi.” (Maryam: 30)
Kami beriman bahwa Allah mendukungnya
dengan beberapa mu’jizat sebagai bukti
kebenaran. Allah berfirman: ﻰﻠَﻋَﻭ َﻚْﻴَﻠَﻋ ﻲِﺘَﻤْﻌِﻧ ْﺮُﻛْﺫﺍ َﻢَﻳْﺮَﻣ َﻦْﺑﺍ ﻰَﺴﻴِﻋﺎَﻳ ُﻪَّﻠﻟﺍ َﻝﺎَﻗ ْﺫِﺇ ِﺪْﻬَﻤْﻟﺍ ﻲِﻓ َﺱﺎَّﻨﻟﺍ ُﻢِّﻠَﻜُﺗ ِﺱُﺪُﻘْﻟﺍ ِﺡﻭُﺮِﺑ َﻚُﺗْﺪَّﻳَﺃ ْﺫِﺇ َﻚِﺗَﺪِﻟﺍَﻭ َﺓﺍَﺭْﻮَّﺘﻟﺍَﻭ َﺔَﻤْﻜِﺤْﻟﺍَﻭ َﺏﺎَﺘِﻜْﻟﺍ َﻚُﺘْﻤَّﻠَﻋ ْﺫِﺇَﻭ ﺎًﻠْﻬَﻛَﻭ ﻲِﻧْﺫِﺈِﺑ ِﺮْﻴَّﻄﻟﺍ ِﺔَﺌْﻴَﻬَﻛ ِﻦﻴِّﻄﻟﺍ َﻦِﻣ ُﻖُﻠْﺨَﺗ ْﺫِﺇَﻭ َﻞﻴِﺠْﻧِﺈْﻟﺍَﻭ َﻪَﻤْﻛَﺄْﻟﺍ ُﺉِﺮْﺒُﺗَﻭ ﻲِﻧْﺫِﺈِﺑ ﺍًﺮْﻴَﻃ ُﻥﻮُﻜَﺘَﻓ ﺎَﻬﻴِﻓ ُﺦُﻔْﻨَﺘَﻓ ﻲِﻨَﺑ ُﺖْﻔَﻔَﻛ ْﺫِﺇَﻭ ﻲِﻧْﺫِﺈِﺑ ﻰَﺗْﻮَﻤْﻟﺍ ُﺝِﺮْﺨُﺗ ْﺫِﺇَﻭ ﻲِﻧْﺫِﺈِﺑ َﺹَﺮْﺑَﺄْﻟﺍَﻭ ﺍﻭُﺮَﻔَﻛ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َﻝﺎَﻘَﻓ ِﺕﺎَﻨِّﻴَﺒْﻟﺎِﺑ ْﻢُﻬَﺘْﺌِﺟ ْﺫِﺇ َﻚْﻨَﻋ َﻞﻴِﺋﺍَﺮْﺳِﺇ ٌﻦﻴِﺒُﻣ ٌﺮْﺤِﺳ ﺎَّﻟِﺇ ﺍَﺬَﻫ ْﻥِﺇ ْﻢُﻬْﻨِﻣ “(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: “Hai `Isa
putra Maryam, ingatlah ni`mat-Ku kepadamu dan
kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu
dengan ruhul qudus. Kamu dapat berbicara
dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan
sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil,
dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk
dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung
dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya,
lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya)
dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah), waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam
kandungan ibu dan orang yang berpenyakit
sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu
kamu mengeluarkan orang mati dari kubur
(menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah)
di waktu Aku menghalangi Bani Israel (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu
mengemukakan kepada mereka keterangan-
keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir di
antara mereka berkata: “Ini tidak lain melainkan
sihir yang nyata.” (al-Maaidah: 110)
Kami beriman bahwa Isa ‘Alaihi Sallam dilahirkan dari rahim Maryam gadis perawan yang suci tanpa
ayah. Hal ini tidak sulit bagi Allah karena jika Dia
menginginkan sesuatu, Dia cukup mengatakan:
“Jadilah” maka iapun jadi.
Allah berfirman: َّﻢُﺛ ٍﺏﺍَﺮُﺗ ْﻦِﻣ ُﻪَﻘَﻠَﺧ َﻡَﺩﺍَﺀ ِﻞَﺜَﻤَﻛ ِﻪَّﻠﻟﺍ َﺪْﻨِﻋ ﻰَﺴﻴِﻋ َﻞَﺜَﻣ َّﻥِﺇ ُﻥﻮُﻜَﻴَﻓ ْﻦُﻛ ُﻪَﻟ َﻝﺎَﻗ “Sesungguhnya misal (penciptaan) `Isa di sisi Allah,
adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah
menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah
berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang
manusia), maka jadilah dia.” (Ali Imran: 59)
Kami beriman bahwa Isa ‘Alaihi Sallam menghalalkan untuk orang Yahudi sebagian dari
apa yang dulunya diharamkan atas mereka.
Allah berfirman, menceritakan tentang Isa yang
mengatakan kepada Bani Israel : ﻱِﺬَّﻟﺍ َﺾْﻌَﺑ ْﻢُﻜَﻟ َّﻞِﺣُﺄِﻟَﻭ ِﺓﺍَﺭْﻮَّﺘﻟﺍ َﻦِﻣ َّﻱَﺪَﻳ َﻦْﻴَﺑ ﺎَﻤِﻟ ﺎًﻗِّﺪَﺼُﻣَﻭ َﻪَّﻠﻟﺍ ﺍﻮُﻘَّﺗﺎَﻓ ْﻢُﻜِّﺑَﺭ ْﻦِﻣ ٍﺔَﻳﺂِﺑ ْﻢُﻜُﺘْﺌِﺟَﻭ ْﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ َﻡِّﺮُﺣ ِﻥﻮُﻌﻴِﻃَﺃَﻭ “Dan (aku datang kepadamu) membenarkan
Taurat yang datang sebelumku, dan untuk
menghalalkan bagimu sebagian yang telah
diharamkan untukmu, dan aku datang kepadamu
dengan membawa suatu tanda (mu`jizat) dari
Tuhanmu. Karena itu bertaqwalah kepada Allah dan ta`atlah kepadaku.” (Ali Imran: 50)
Kami beriman bahwa Isa belum mati, tidak dibunuh
oleh orang Yahudi musuh-musuhnya. Akan tetapi
ia diselamatkan oleh Allah dari kejaran mereka dan
mengangkatnya ke langit dalam keadaan hidup.
Allah berfiman tentang orang Yahudi : ﺎًﻤﻴِﻈَﻋ ﺎًﻧﺎَﺘْﻬُﺑ َﻢَﻳْﺮَﻣ ﻰَﻠَﻋ ْﻢِﻬِﻟْﻮَﻗَﻭ ْﻢِﻫِﺮْﻔُﻜِﺑَﻭ  ﺎَّﻧِﺇ ْﻢِﻬِﻟْﻮَﻗَﻭ ُﻩﻮُﻠَﺘَﻗ ﺎَﻣَﻭ ِﻪَّﻠﻟﺍ َﻝﻮُﺳَﺭ َﻢَﻳْﺮَﻣ َﻦْﺑﺍ ﻰَﺴﻴِﻋ َﺢﻴِﺴَﻤْﻟﺍ ﺎَﻨْﻠَﺘَﻗ ﻲِﻔَﻟ ِﻪﻴِﻓ ﺍﻮُﻔَﻠَﺘْﺧﺍ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َّﻥِﺇَﻭ ْﻢُﻬَﻟ َﻪِّﺒُﺷ ْﻦِﻜَﻟَﻭ ُﻩﻮُﺒَﻠَﺻ ﺎَﻣَﻭ ُﻩﻮُﻠَﺘَﻗ ﺎَﻣَﻭ ِّﻦَّﻈﻟﺍ َﻉﺎَﺒِّﺗﺍ ﺎَّﻟِﺇ ٍﻢْﻠِﻋ ْﻦِﻣ ِﻪِﺑ ْﻢُﻬَﻟ ﺎَﻣ ُﻪْﻨِﻣ ٍّﻚَﺷ ﺎًﻨﻴِﻘَﻳ  ﺎًﻤﻴِﻜَﺣ ﺍًﺰﻳِﺰَﻋ ُﻪَّﻠﻟﺍ َﻥﺎَﻛَﻭ ِﻪْﻴَﻟِﺇ ُﻪَّﻠﻟﺍ ُﻪَﻌَﻓَﺭ ْﻞَﺑ “Dan karena kekafiran mereka (terhadap `Isa), dan
tuduhan mereka terhadap Maryam dengan
kedustaan besar (zina), dan karena ucapan
mereka: “Sesungguhnya Kami telah membunuh Al
Masih, `Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal
mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah)
orang yang diserupakan dengan `Isa bagi mereka.
Sesungguhnya orang-orang yang berselisih
paham tentang (pembunuhan) `Isa, benar-benar
dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu.
Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan
belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang
mereka bunuh itu adalah `Isa. Tetapi (yang
sebenarnya), Allah telah mengangkat `Isa kepada-
Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (An-Nisaa’: 156-158) Kami beriman bahwa ia telah menyebarkan
kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam. kepada para pengikutnya Allah berfirman : ُﻝﻮُﺳَﺭ ﻲِّﻧِﺇ َﻞﻴِﺋﺍَﺮْﺳِﺇ ﻲِﻨَﺑﺎَﻳ َﻢَﻳْﺮَﻣ ُﻦْﺑﺍ ﻰَﺴﻴِﻋ َﻝﺎَﻗ ْﺫِﺇَﻭ ﺍًﺮِّﺸَﺒُﻣَﻭ ِﺓﺍَﺭْﻮَّﺘﻟﺍ َﻦِﻣ َّﻱَﺪَﻳ َﻦْﻴَﺑ ﺎَﻤِﻟ ﺎًﻗِّﺪَﺼُﻣ ْﻢُﻜْﻴَﻟِﺇ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﺕﺎَﻨِّﻴَﺒْﻟﺎِﺑ ْﻢُﻫَﺀﺎَﺟ ﺎَّﻤَﻠَﻓ ُﺪَﻤْﺣَﺃ ُﻪُﻤْﺳﺍ ﻱِﺪْﻌَﺑ ْﻦِﻣ ﻲِﺗْﺄَﻳ ٍﻝﻮُﺳَﺮِﺑ ٌﻦﻴِﺒُﻣ ٌﺮْﺤِﺳ ﺍَﺬَﻫ ﺍﻮُﻟﺎَﻗ “Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata:
“Hai Bani Israel, sesungguhnya aku adalah utusan
Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun)
sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar
gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang
akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)” Maka tatkala rasul itu datang
kepada mereka dengan membawa bukti-bukti
yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang
nyata”. (al-Shaff: 6)
Kami beriman bahwa Isa akan turun di akhir jaman
mendustakan orang-orang Yahudi yang memusuhinya, yang mengklaim telah
membunuhnya. Dan untuk mendustakan orang-
orang Nasrani yang mengklaim bahwa ia adalah
Allah atau anak Allah. Dan dia tidak menerima
agama apapun kecuali Islam. Imam Bukhari dan Muslim (no. 2222 dan 115)
meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu
‘Anhu, dia berkata: “Rasul Allah Subhanahu wa
Ta’ala bersabda : “Demi Allah yang jiwaku ada di
tangan-Nya, hampir saja putra Maryam turun di
tengah-tengah kalian. Dalam satu riwayat: “Tidak akan terjadi kiamat sehingga putra Maryam turun
di tengah-tengah kalian sebagai hakim yang adil,
maka dia menghancurkan salib, membunuh babi,
menghapus jizyah. Dan harta akan melimpah
hingga tidak ada seorangpun yang mau
menerimanya”. Artinya Isa ‘Alaihi Sallam akan turun menegakkan
syariat Islam, dan membatalkan agama Nasrani
yaitu dengan menghancurkan salib dan
membunuh babi. Membatalkan pengagungan
Nasrani terhadapnya. Dia menebar keadilan
melibas kezhaliman sehingga berkahpun turun, kekayaan bumi dan harta melimpah. Minat memiliki
hartapun surut sebab mereka tahu bahwa kiamat
sudah dekat. Kemudian Isa ‘Alaihi Sallam
meninggal dunia, dishalati dan dimakamkan oleh
kaum muslimin.
Imam Ahmad meriwayatkan (no.9349) dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
beliau bersabda:
“Aku adalah manusia yang paling berhak terhadap
Isa putra Maryam sebab tidak ada Nabi antara aku
dan dia”. Kemudian beliau menyebutkan turunnya
Isa di akhir jaman lalu bersabda: “Dia tinggal di bumi selama dikehendaki Allah, sampai wafat ,lalu
dishalati dan dimakamkan oleh umat Islam”.
Kami beriman bahwa pada hari kiamat nanti Isa
akan berlepas diri dari orang-orang yang meyakini
bahwa dia adalah Tuhan (sesembahan).
Allah berfirman : ِﺱﺎَّﻨﻠِﻟ َﺖْﻠُﻗ َﺖْﻧَﺃَﺀ َﻢَﻳْﺮَﻣ َﻦْﺑﺍ ﻰَﺴﻴِﻋﺎَﻳ ُﻪَّﻠﻟﺍ َﻝﺎَﻗ ْﺫِﺇَﻭ ﺎَﻣ َﻚَﻧﺎَﺤْﺒُﺳ َﻝﺎَﻗ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﻥﻭُﺩ ْﻦِﻣ ِﻦْﻴَﻬَﻟِﺇ َﻲِّﻣُﺃَﻭ ﻲِﻧﻭُﺬِﺨَّﺗﺍ ْﺪَﻘَﻓ ُﻪُﺘْﻠُﻗ ُﺖْﻨُﻛ ْﻥِﺇ ٍّﻖَﺤِﺑ ﻲِﻟ َﺲْﻴَﻟ ﺎَﻣ َﻝﻮُﻗَﺃ ْﻥَﺃ ﻲِﻟ ُﻥﻮُﻜَﻳ َﺖْﻧَﺃ َﻚَّﻧِﺇ َﻚِﺴْﻔَﻧ ﻲِﻓ ﺎَﻣ ُﻢَﻠْﻋَﺃ ﺎَﻟَﻭ ﻲِﺴْﻔَﻧ ﻲِﻓ ﺎَﻣ ُﻢَﻠْﻌَﺗ ُﻪَﺘْﻤِﻠَﻋ ِﺏﻮُﻴُﻐْﻟﺍ ُﻡﺎَّﻠَﻋ  ِﻥَﺃ ِﻪِﺑ ﻲِﻨَﺗْﺮَﻣَﺃ ﺎَﻣ ﺎَّﻟِﺇ ْﻢُﻬَﻟ ُﺖْﻠُﻗ ﺎَﻣ ُﺖْﻣُﺩ ﺎَﻣ ﺍًﺪﻴِﻬَﺷ ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ ُﺖْﻨُﻛَﻭ ْﻢُﻜَّﺑَﺭَﻭ ﻲِّﺑَﺭ َﻪَّﻠﻟﺍ ﺍﻭُﺪُﺒْﻋﺍ ﻰَﻠَﻋ َﺖْﻧَﺃَﻭ ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ َﺐﻴِﻗَّﺮﻟﺍ َﺖْﻧَﺃ َﺖْﻨُﻛ ﻲِﻨَﺘْﻴَّﻓَﻮَﺗ ﺎَّﻤَﻠَﻓ ْﻢِﻬﻴِﻓ ٌﺪﻴِﻬَﺷ ٍﺀْﻲَﺷ ِّﻞُﻛ “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai `Isa
putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada
manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang
tuhan selain Allah?” `Isa menjawab: “Maha Suci
Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa
yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau
telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa
yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui
apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya
Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-
ghaib”. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan
kepadaku (mengatakan) nya yaitu: “Sembahlah
Allah, Tuhanku dan Tuhanmu”, dan adalah aku
menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada
di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan
(angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan
atas segala sesuatu.” (al-Maaidah: 116-117)
Imam Bukhari meriwayatkan (3435), begitu pula
Muslim (28) dari Ubadah Radhiallahu ‘Anhu, dari
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beliau bersabda:
“Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah semata tak ada
sekutu bagi-Nya, dan bahwasanya Muhammad
adalah hamba dan Rasul-Nya, dan Isa adalah
hamba Allah rasulnya, dan Firman-Nya yang
dilontarkan kepada Maryam dan Ruh dari Dia,
surga itu benar, neraka itu benar, maka Allah memasukkannya ke surga lewat pintu mana saja
yang ia suka”.
Inilah keyakinan umat Islam tentang al-Masih putra
Maryam.
Kami memohon semoga Allah Subhanahu wa
Ta’ala menegakkan kita di atas iman dan mengambil nyawa kita dalam keadaan iman.
Semoga shalawat dan salam untuk Nabi kita
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam serta
seluruh sahabatnya. (Majalah Qiblati Edisi 1 Tahun I)

Jumat, 29 Juli 2011

Nama “Syamsuddin”, Bolehkah?! (dengan sambungan ad-Din)

Abu Ashim Muhtar Arifin

Salah satu penamaan yang banyak dipakai masyarkat adalah disandarkannya nama seseorang kepada agama, yaitu dengan menambahkan kata Din (agama). Sejak kapan penamaan seperti ini ada? Bagaimana pendapat ulama tentang hal ini? Berikut uraian ringkasnya. Semoga bermanfaat.
Asal mula penamaan yang dinisbatkan kepada Din.
Penamaan dengan laqob (gelar/julukan) yang menisbatkan kepada agama ini bukan berasal dari tiga generasi pertama dan utama, tapi terjadi setelahnya.
Ketika menjelaskan seputar laqob Ibnu Hajar al-Asqalani, as-Sakhawi mengatakan:
“Aku berkata: Pemilik biografi ini (yaitu Ibnu Hajar) telah memberi faedah –sebagiamana yang aku baca dalam tulisannya– bahwa pemberian laqob yang dinisbatkan/disandarkan kepada Din terjadi pada permulaan Dinasti Turki di Baghdad yang telah menguasai Dailam.
Dahulu, pada zaman Dailam, mereka menyandarkan laqob tersebut kepada kata Daulah (Negara). Di antara orang yang paling akhir dalam hal ini adalah Jalaluddaulah bin Buwaih (dalam manuskrip lain disebutkan: Jalaluddin bin Buwaih,). Dan orang pertama yang menjadi raja Turki adalah Tughrl Bik, lalu mereka memberinya laqob Nushrotuddin. Sejak itulah, tersebar laqob seperti ini, dan itu tidak banyak digunakan melainkan beberapa waktu setelahnya.
Kemudian aku juga melihat pada tulisan beliau (Ibnu Hajar) dalam Ikhtiyarot-nya dari at-Tadwin fi Tarikh Qazwin, terdapat sebuah ringkasan yang isinya bahwa gempa yang terjadi di Qazwin bulan Ramadhan 513 H, mengakibatkan runtuhnya ruangan pada sebuah masjid jami’, yang kemudian dibongkar untuk diperbaiki. Lalu ditemukan sebuah papan di bawah mihrab yang berukir tulisan:
بِسْمِ اللهِ، أَمَرَ الْعَادِلُ الْمُظَفَّرُ عَضُدُ الدِّيْنِ عَلاَءُ الدَّوْلَةِ، أَبُوْ جَعْفَرَ بِتَخْلِيْدِ هَذَا اللَّوْحِ إِلَى آخِرِهِ. كُتِبَ فِيْ رَمَضَانَ سَنَةَ 422
Dengan menyebut Nama Allah, Pemimpin Adil al-Mudzdzaffar ‘Adhuddin ‘Ala’uddaulah Abu Ja’far memerintahkan agar papan ini dijaga seterusnya. Ditulis pada bulan Ramadhan tahun 422.
Syaikh kami (Ibnu Hajar) berkata: “Faedah yang dapat dipetik darinya, bahwa waktu itu merupakan permulaan laqob dengan ‘Ala`uddin”. (Al-Jawaahir wa ad-Durar, hlm. 4-5 dalam naskah yang digabungkan dengan Inba’ al-Ghumr Bi Anba’ al-’Umr, karya Ibn Hajar, jilid yang kelima)
Ahmad al-Khafaji (wafat 1069 H) menjelaskan –dengan menukil pernyataan Ibnul Hajj-, bahwa pada masa Dinasti Turki tersebut, mereka tidak memberikan laqob yang dinisbatkan kepada Daulah, melainkan dengan izin dari Sultan, dan mereka membayarnya dalam rangka pemberian sebutan tersebut. Setelah itu mereka berpaling dari laqob dengan menyandarkan kepada kata Daulah, dan menuju kepada laqob yang digabungkan dengan kata Din. (Raihanah al-Aliba wa Zahrah al-Hayah ad-Dunya, jilid 1, hlm. 155, tahqiq Abdulfattah Muhammad al-Hulw)
Demikianlah uraian ringkas berkaitan dengan asal-muasal dipakainya panggilan yang disandarkan kepada Din.
Fatwa Para Ulama  tentang Nama yang bernisbatkan kepada din.
Ulama banyak yang mencela nama yang dinisbatkan kepada Din.
Di antara mereka adalah:

Pertama: Imam al-Qurthubi al-Maliki (wafat 671 H).
Ketika menafsirkan surat an-Nisa’ ayat 49:
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih?
Beliau mengatakan:”Al-Qur`an dan as-Sunnah menunjukkan bahwa menganggap diri bersih/suci merupakan hal terlarang. Termasuk kategori larangan ini, fenomena yang telah tersebar luas di negeri Mesir dengan disifatinya diri sendiri dengan sifat-sifat yang mengandung tazkiyah (anggapan diri bersih dan suci) seperti Zakiyyuddin, Muhyiddin dan semisalnya. Dan ketika keburukan kaum muslimin semakin meluas dengan nama-nama seperti ini, tampaklah keterbelakangan sifat-sifat ini dari aslinya, sehingga tidak memberi faedah sedikitpun”. (Tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, juz V, hlm. 246, dar Ihya’ Turats Arabi, Bairut, 1965 dan Kasysyaf Tahlili, karya Syaikh Masyhur dan Jamal ad-Dasuqi, hlm. 13, Dar Ibnul Qayyim)

Kedua: Imam an-Nawawi asy-Syafi’i (wafat 676 H)
Ibnul Hajj menyampaikan dari Imam an-Nawawi v, bahwasanya beliau amat benci tatkala diberi laqob Muhyiddin.
Ibnul Hajj juga berkata: “Sungguh dalam sebagian kitab yang dinisbatkan kepada beliau (an-Nawawi) terdapat ucapan: “Sesungguhnya aku tidak membolehkan orang-orang memberiku nama Muhyiddin“.
Aku juga pernah melihat beberapa ulama pemilik keutamaan dan kebaikan dari kalangan madzhab Syafi’i, –ketika menceritakan sesuatu dari an-Nawawi– ia berkata: “Yahya an-Nawawi berkata …”.
Lalu aku bertanya tentang ungkapan itu (Muhyiddin) kepadanya, ia menjawab: “Sesungguhnya kami dahulu tidak suka memanggilnya dengan panggilan yang ia benci semasa hidupnya”. (Tanbih al-Ghafilin, Ibn Nahhas asy-Syafi’i, hlm. 510)

Ketiga: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat 728 H)
Syaikh Bakr menjelaskan bahwa Syaikhul Islam dahulu tidak ridha dengan laqob Taqiyyuddin. (Taghrib al-Alqab al-Ilmiyyah, Syaikh Bakr Abu Zaid, hlm. 22)

Keempat: Al-Fadhl bin Sahl
Di akhir biografi Taqiyyuddin bin Ma’ruf, Ahmad al-Khafaji menukil ungkapan dari al-Fadhl bin Sahl tentang masalah penamaan ini. Beliau memiliki sebuah qasidah yang berisi celaan terhadap nama seperti Fakhruddin dan ‘Izzuddin. (Raihanah al-Alibba’ , I/154)
Kelima: Ibnu an-Nahhas asy-Syafi’i (wafat 814 H)
Ia mengatakan: “Perkara merata dalam agama ini, yang berupa kedustaan yang telah tersebar pada lisan mayoritas kaum muslimin, yaitu perbuatan bid’ah yang diada-adakan berupa laqob-laqob seperti Muhyiddin, Nuruddin, ‘Adhududdin, Ghiyatsuddin, Mu’inuddin, Nashiruddin dan sebagainya. Ini merupakan kedustaan yang terulang-ulang pada lisan tatkala memanggilnya, memperkenalkannya, bercerita tentangnya, dst. Semua itu adalah bid’ah dalam agama, perbuatan mungkar yang menyelisihi syariat. Apalagi orang yang banyak memakai nama tersebut adalah fasiq, zhalim, tidak tahu-menahu tentang agama. Sekiranya hal itu sesuai dengan hakikat, maka nama-nama tersebut hukumnya makruh, karena mengandung tazkiyah. Lantas, bagaimana hal ini dibolehkan padahal jauh dari majaz, apalagi hakikat”. (Tanbih Ghafilin an A’mal al-jahilin, hlm 509, tahqiq ‘Imaduddin Abbas Sa’id, Dar al-Kutub ‘Ilmiyyah, Bairut)
Keenam: Imam ash-Shan’ani (w. 1182 H)
Beliau pernah melantunkan sebuah bait syair:
تَسَمَّى بِنُوْرِ الدِِّيْنِ وَهُوَ ظَلاَمُهُ      وَذَاكَ شَمْسُ الدِّيْنِ وَهُوَ لَهُ خَسْفُ
Orang itu memakai nama Nuruddin (cahaya agama), padahal gelap (agamanya)
Dan yang ini bernama Syamsuddin (mataharinya agama), padahal ia buta (agama)
(Taghrib al-Alqab al-Ilmiyyah, Syaikh Bakr Abu Zaid, hlm. 11)
Ketujuh: Muhammad Shiddiq Hasan Khan (wafat 1308 H)
Beliau menyebutkan sebuah hadits yang berkaitan dengan pengubahan nama Barrah menjadi Zainab, yaitu sabda Nabi -shallallahu alaihi wa sallam- :
لاَ تُزَكُّوْا أَنْفُسَكُمْ، اللهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ، سَمُّوْهَا زَيْنَبَ
Janganlah kalian menyucikan diri-diri kalian, Allahlah yang lebih mengetahui orang-orang yang berbuat baik di antara kalian. Berilah dia nama Zainab. (Muslim)
Setelah itu, al-Allamah Muhammad Shiddiq Hasan Khan berkata: “Ini menunjukkan akan makruhnya memberi nama dengan Muhyiddin, Quthbuddin, Fakhruddin, ‘Adhimuddin dan sejenisnya, sebab nama-nama tersebut mengandung tazkiyah (pensucian)“. (ad-Din al-Khalish, jilid 2, hlm. 186, Kementrian Urusan Agama Qathar, cet. 1, 1428 H)

Kedelapan: Syaikh al-Albani.
Setelah membawakan hadits dalam kitab ash-Shahihah, no. 216, beliau berkata: “Berdasarkan hal itu, maka tidak boleh memakai nama dengan ‘Izzuddin, Muhyiddin, Nashiruddin … dan semacamnya”. (Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, jilid 1 hlm. 427)
Kesembilan: Fatwa Syaikh Bakr Abu Zaid.
Syaikh Bakr berkata: ”Makruh hukumnya memberi nama dengan nama yang disandarkan kepada nama lain, mashdar (inggris: gerund), sifah musyabbahah yang disandarkan kepada kata Din dan lafal Islam, seperti Nuruddin, Dhiyaa’-uddin, Saiful Islam, Nurul Islam lantaran agungnya kedudukan dua lafal ini; Din dan Islam. Jadi, menyandarkan (nama) kepada keduanya merupakan sebuah dakwaan mentah yang dekat dengan kedustaan. Oleh karenanya, sebagian ulama menegaskan keharamannya, sedangkan mayoritas mereka menghukuminya makruh. Sebab, nama-nama tersebut ada yang mengesankan makna tidak benar yang tentunya tidak boleh digunakan.
Pada mulanya, nama-nama ini merupakan gelar tambahan, namun selanjutnya dipakai sebagai nama.
Dan di antara nama ini ada yang dilarang karena dua alasan seperti Syihabuddin. Karena Syihab artinya bara api, kemudian disandarkan kepada kata Din. Bahkan di Indonesia, kondisi seperti ini sampai kepada pemberian nama dengan Dzahabuddin, Masuddin (emasnya agama).
Dahulu an-Nawawi v membenci laqob Muhyiddin, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah v tidak suka dengan laqob Taqiyyuddin, beliau mengatakan: ”Akan tetapi keluargaku memberiku laqob seperti ini, hingga (laqob ini) menjadi tenar”. (Mu’jam al-Manahi al-Lafdziyyah, hlm. 563-564)
Kesimpulan
Dari pernyataan para ulama di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian nama seperti ini adalah tercela, sebab mengandung unsur tazkiyah (menyucikan diri). Sedangkan tazkiyah itu adalah dilarang, berdasarkan al-Qur`an dan as-Sunnah, sebagaimana yang tertera pada surat an-Nisa’ ayat 49 dan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim tentang Nama Zainab di atas. Allahu a’lam bi ash-Shawab.
Demikian uraian ringkas dari kami ini, semoga dapat menambah pengetahuan kita tentang penamaan seseorang dan tidak terjatuh ke dalam nama yang tercela.
MAjalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Ed 61, hal. 32-36