Jumat, 22 Juli 2011

Sifat wudhu Nabi

Oleh:Kurnian As Salatigha Watasyi

Bismillahirrahm annirrahim

*NIAT DALAM HATI
1. Memulai wudhu’ dengan niat.
Niat artinya menyengaha dengan
kesungguhan hati untuk
mengerjakan wudhu’ karena
melaksanakan perintah
...Allah Subhanahu wa ta`ala dan
mengikuti perintah Rasul-
Nya Sholallahu`alaihi wa sallam.
Ibnu Taimiyah berkata: “Menurut
kesepakatan para imam kaum
muslimin,
tempat niat itu di hati bukan lisan
dalam
semua masalah ibadah, baik
bersuci,
shalat, zakat, puasa, haji,
memerdekakan
budak, berjihad dan lainnya.
Karena niat
adalah kesengajaan dan
kesungguhan
dalam hati. (Majmu’atu ar-Rasaaili
al-
Kubra, I/243)
.
Rasulullah Sholallahu`alai hi wa
sallam menerangkan bahwa
segala perbuatan tergantung
kepada
niatnya, dan seseorang akan
mendapatkan balasan menurut
apa
yang diniatkannya… (HSR. Bukhari
dalam
Fathul Baary, 1:9; Muslim, 6:48).
bnu Qayyim berpendapat bahwa
niat
adalah bermaksud dan berencana
melakukan perbuatan dan
tempatnya niat
adalah hati tidak ada kaitan
samasekali niat
...dengan pengucapan lisan.
Karena hal
tersebut tidak dijelaskan sedikit
pun baik
dari Nabi maupun dari para
Shahabat
bahwa niat harus dengan
pengucapan.
(Ighatsah al-luhfan : 1 : 136)
Imam Al-Syairazi mengatakan
bahwa ada
sebagian dari ashab kami
(pengikut
madzhab Imam Syafi’i)
mengatakan “
berniat dengan hati dan
mengucapkannya
...dengan lisan” , ungkapan
tersebut bukan
apa-apa, karena sesungguhna
niat adalah
sesuatu yang dimaksudkan
dengan hati
tidak perlu pengucapan. (Al-
Muhadzdzab :
1 : 70).
Imam Nawawi memperjelas
pernyataan di
atas dengan mengutip perkataan
Shahib
Alhawi (Imam Mawardi), bahwa
yang
mengatakan “berniat dengan hati
dan
...mengucapkan dengan lisan”
adalah
perkataan Abu Abdillah Al-Zubairi,
yang
tidak merasa cukup dalam
meniatkan
sesuatu apabila tidak terkumpul
antara
memaksud hati dan pengucapan
lisan,
dengan alasan bersandar pada
ungkapan
Imam syafi’i dalam bab Hajji
sebagai
berikut :
ﺇﺫﺍ ﻧَﻮَﻯ ﺣﺠًّﺎ ﺃﻭﻋُﻤْﺮﺓً ﺃَﺟْﺰَﺃ ﻭﺇﻥْ ﻟﻢ
ﻳَﺘَﻠﻔّﻆ،ﻭﻟﻴﺲ ﻛﺎﻟﺼﻼﺓِ ﻻ ﺗَﺼِﺢُّ ﺇﻻّ
ﺑِﺎﻟﻨُﻄْﻖ
Dalam pandangan Abu Abdillah al-
Zubairi
kataﺑِﺎﻟﻨُﻄْﻖِ (dengan pengucapan)
yang
dimaksud adalah pengucapan
niat,
sementara dalam pandangan
mayoritas
ulama (pengikut Madzhab Imam
Syafi’I
lainnya) menyatakan bahwa
ungkapan Abu
Abdillah tersebut adalah salah
karena yang
dimaksud Imam Syafi’i dalam
ﺑِﺎﻟﻨُﻄْﻖ
adalah pengucapan takbir bukan
pengucapan niat.( Syarah Al-
muhadzdzab :
3 : 232 ).
Ibnu Taimiyah mempertanyakan,
bagaimana
mungkin Imam Syafi’i
mensunahkan suatu
perkara yang tidak dilakukan Nabi
Muhammad saw dalam satu shalat
pun,
begitu pula tidak ada seorang
pun dari para
khalifah dan para shahabatnya ?
( Zad Al-
Ma’ad : 1 ::201 ).
Para pengikut madzhab Syafi’i
berselisih
pendapat tentang penetapan niat,
apakah
masuk dalam katagori fardlu atau
syarat ?
Kebanyakan mereka menyebutkan
bahwa
...niat adalah merupakan fardlu
dari fardlu-
fardlu shalat dan merupakan
rukun dari
rukun-rukun shalat, seperti
takbiratul
ihram, membaca al-fatihah, ruku
dan
sebaginya. Dan menurut golongan
lain
(masih pengikut madzhab Syafi’i)
menyebutkan bahwa niat adalah
merupakan syarat seperti
menghadap qiblat
dan bersuci. (Syarh Al-
muhadzdzb ; 3 : 233)
Imam Al-Ghazali berpendapat
tentang niat,
bahwasannya niat lebih
menyerupai pada
syarat, dalam persepsi Al-Ghazali
niat itu
dianggap terus menerus secara
hukumnya
...sampai akhir shalat. Maka niat
lebih
menyerupai wudlu dan
menghadap qiblat,
hal ini dipandang pendapat yang
kuat.
(Kifayah Al-akhyar :1 : 84).
Berlanjut...insya Allah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar