Selasa, 02 November 2010

FiQih Qurban 1

Fiqih Qurban 1: Cara Penyembelihan
Kategori: Fiqih Tanggal: Nov 16, 2009 | 3 Komentar
Hewan yang boleh dimakan tidak lepas dari dua keadaan:
Pertama. Hewan jinak yang berada di tangan kita. Hewan yang dapat kita kurung, lepas, kendarai atau tunggangi, sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Rabbmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan:”Maha Suci Dia yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya,dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami”. (QS. al Zukhruf [43]: 12-14)
Kedua. Hewan yang berada di luar jangkauan kita, menjauh dari kita dan sulit menangkapnya dan ini ada dua jenis:
1. Jenis hewan yang terpisah dari manusia, seperti di hutan, padang pasir, gunung dan sebagainya. Jenis ini dinamakan hewan liar.
2. Jenis hewan yang jinak dan tidak liar namun terjadi keadaan kabur dan jauh dari jangkauan kita dan dianggap liar. Jenis ini dalam bahasa Arab dinamakan al Na’am al Mutawahisy.
Jenis-jenis ini semua memiliki tata cara penyembelihan yang berbeda-beda sesuai keadaannya.
Oleh karena itu perlu sekali diketahui pengertian sembelihan (al Dzakah) dan tata caranya agar dapat memilah-milah cara penyembelihan yang sesuai syari’at.
Pengertian penyembelihan (al Dzakah)
Kata al Dzakah dalam etimologi bahasa Arab bermakna sembelihan. Sedangkan dalam istilah syariat al Dzakah (sembelihan) ini memiliki pengertian sebab yang menjadikan halnya memakan daging hewan darat secara ikhtiyari.
Dengan demikian maka sembelihan itu ada dua jenis:
1. Sembelihan dengan digorok atau dalam bahasa Arabnya al Dzabhu.
2. Sembelihan dengan ditusuk atau dalam bahasa Arabnya al Nahru.
Al Dzabhu adalah menyembelih dengan cara memutus tenggorokan dari badan pada persendian antara kepala dengan leher di bawah dagu. Inilah yang sudah dikenal banyak dalam menyembelih sembelihan selain unta.
Sedangkan al Nahru adalah menyembelih hewan dengan cara menusukkan pisau atau sejenisnya di bagian Lubbah (bagian bawah leher tempat kalung), dan ini khusus untuk unta saja.
Pengkhususan al Nahru pada unta dan al Dzabhu pada selainnya adalah sunnah, karena Allah menyebutkan kata al Nahru pada penyembelihan onta dan al Dzabhu pada selainnya, seperti firmanNya:
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan naharlah (berkorbanlah)”. (QS. al Kautsar [108]: 2)
Dan firmanNya:
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya:”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina”. Mereka berkata:”Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?”. Musa menjawab:”Aku berlindung kepada Allah sekiranya menjadi seorang dari orang-orang yang jahil”. (QS. al Baqarah [2]: 67)
Serta firmanNya:
Dan Kami tebus anak itu dengan dengan seekor sembelihan yang besar. (QS. al Shaffat [37]: 107)
Hukum Penyembelihan
Para ulama Islam telah bersepakat ketidakhalalan hewan yang dimakan dagingnya kecuali ikan-ikanan dan belalang tanpa disembelih atau yang semakna dengannya.
Dasar kesepakatan ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya.” (QS. al Maidah [5]: 3)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Semua yang ditumpahkan darahnya dan disebut nama Allah atasnya maka makanlah!” (Muttafaqun ‘Alaihi).
Dalam hadits ini ada petunjuk bahwa sembelihan dan menyebut nama Allah adalah syarat kehalalan hewan tersebut.
Hikmahnya
Diantara hikmah penyembelihan yang disampaikan para ulama adalah:
1. Keharaman dalam hewan yang dimakan adalah pada darah yang tertupah (al Dam al Masfuh) dan ini akan hilang hanya dengan penyembelihan. Padahal Allah telah berfirman:
“Mereka menanyakan kepadamu:”Apakah yang dihalalkan bagi mereka”. Katakanlah:”Dihalalkan bagimu yang baik-baik”. (QS. al Maidah [5]: 4).
Sedangkan hewan tersebut tidak baik kecuali dengan ditumpahkan darahnya dengan disembelih. Oleh karena itu, diharamkan bangkai karena masih ada al dam al masfuh-nya.
2. Pembeda antara hewan yang dimakan manusia dengan binatang buas.
3. Pengingat manusia tentang kemurahan Allah kepadanya dengan diperbolehkannya menghilangkan nyawa hewan tersebut dan memanfaatkannya setelah hewan tersebut mati.
Demikianlah sebagian hikmah penyembelihan dan juga pengantar pembahasan tata cara dan syarat penyembelihan yang akan dibahas dalam edisi berikutnya.
Mudah-mudahan bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar