Senin, 06 Juni 2011

DEMONSTRASI BUKANLAH SOLUSI

Demonstrasi yaitu pengungkapan
kemauan secara beramai-ramai,
baik setuju atau tidak setuju akan
sesuatu, sambil berarak-arakan
dengan membawa spanduk atau
panji-panji, poster, dan lain
sebagainya, yang berisikan tulisan
menggambarkan tujuan
demonstrai tersebut (Kamus
Istilah Populer, hal. 62).
Tidak diragukan lagi, bagi
seseorang yang mau menimbang
suatu hukum berdasarkan cahaya
al-Qur’an dan as-Sunnah, bahwa
demonstrasi hukumnya tidak
boleh berdasarkan beberapa
argumen sebagai berikut:

1. Demonstrasi merupakan
perkara baru dalam agama
Cara atau metode dakwah ilallah
telah dicontohkan dan
dipraktikkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang mulia. Tidak
pernah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam beserta para
sahabatnya berdemonstrasi
dengan memasang sepanduk,
meneriakkan yel-yel, dan
sebagainya, ke rumah Abu Jahal
atau lainnya. Apalagi bersama
para wanita yang dianjurkan agar
tetap melazimi “istana
kerajaan” (rumah)-nya. Kalaulah
memang ada manfaat, maka hal
itu lebih kecil dibandingkan
kerusakan yang ditimbulkannya.

2. Demonstrasi termasuk
tasyabbuh terhadap orang-orang
kafir
Tidak diperselisihkan lagi oleh
siapa pun bahwa demonstrasi
adalah hasil produk orang-orang
kafir. Maka, sungguh
mengherankan sikap kaum
muslimin yang langsung menelan
produk barat ini. Mengapa kaum
muslimin menelan produk impor
barat ini?! Bukankah mereka
selalu mendengungkan ayat Allah
Subhanahu wa Ta’ala,

‎ﻭﻟﻦ ﺗﺮﺿﻰ ﻋﻨﻚ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻭﻻ ‎
ﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻯ ﺣﺘﻰ
ﺗﺘﺒﻊ ﻣﻠﺘﻬﻢ

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani
tidak akan ridha kepada kamu,
sehingga kamu mengikuti agama
mereka…. “ (Qs. al-Baqarah: 120).

3. Kerusakan yang ditimbulkan
demonstrasi lebih banyak
Al-Hafizh Ibnul Qayyim
rahimahullah berkata,“Apabila
seorang merasa kesulitan tentang
hukum suatu masalah, apakah
mubah ataukah haram, maka
hendaklah dia melihat kepada
mafsadah (kerusakan) dan hasil
yang ditimbulkan olehnya. Apabila
ternyata sesuatu tersebut
mengandung kerusakan yang
lebih besar, maka sangatlah
mustahil bila syariat Islam
memerintahkan atau
memperbolehkannya, bahkan
keharamannya merupakan
sesuatu yang pasti
Lebih-lebih apabila hal tersebut
menjurus kepada kemurkaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
rasul-Nya, baik dari jarak dekat
maupun jauh, seseorang yang
cerdik tidak akan ragu akan
keharamannya.” (Madarijus
Salikin, 1/496).

Dengan bercermin kepada kaidah
yang berharga ini, marilah kita
bersama-sama melihat hukum
demonstrasi secara adil, apakah
yang kita dapati bersama?
Lihatlah betapa banyak nyawa
yang terbang karena fitnah ini.

Betapa banyak gedung-gedung
hancur akibat fitnah ini. Sehingga
keamanan dan ketentraman kini
terasa mahal harganya. Histeris
serta ketakutan selalu
membayangi kehidupan manusia.
Mengapa mereka tidak berpikir,
bila seorang polisi atau aparat
terbunuh dalam aksi demo
tersebut, yang merugi adalah kita
semua? Apabila gedung atau
bangunan pemerintah dirusak
akan lebih merugikan kita semua?
Mana yang lebih disenangi Allah
Subhanahu wa Ta’ala,
terpeliharanya darah, harta, dan
kehormatan–meskipun barang
melambung tinggi—ataukah
terkoyaknya kehormatan dan
tumpahnya nyawa orang yang
belum tentu membuat harga
barang turun?

Ingatlah sabda Nabi
Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ﻟﺰﻭﺍﻝ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﻣﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﺃﻫﻮﻥ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ
ﻗﺘﻞ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ ﺑﻐﻴﺮ ﺣﻖ
“Hilangnya dunia beserta isinya
sungguh lebih ringan di sisi Allah
daripada terbunuhnya seorang
muslim dengan tidak
benar.” (Hadits shahih,
diriwayatkan Ibnu Majah (2668),
Tirmidzi (1395), Nasai (3998)
dengan sanad shahih).

Wahai saudaraku, ingatlah bahwa
bencana yang menimpa bangsa
saat ini adalah disebabkan
perbuatan dosa mereka sendiri,
agar mereka segera menyadari
dan kembali kepada ajaran agama
yang suci. Bukankah Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah
berfirman,
ﻇﻬﺮ ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﺮ ﻭﺍﻟﺒﺤﺮ ﺑﻤﺎ ﻛﺴﺒﺖ
ﺃﻳﺪﻱ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻟﻴﺬﻳﻘﻬﻢ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺬﻱ ﻋﻤﻠﻮﺍ
ﻟﻌﻠﻬﻢ ﻳﺮﺟﻌﻮﻥ
“Telah nampak kerusakan di
daratan dan lautan disebabkan
ulah perbuatan manusia.” (Qs. ar-
Ruum: 41).
Jadi cara terbaik mengatasi segala
krisis dan bencana yang
menyelimuti bangsa ini adalah
dengan bertobat kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala,
memperbaiki diri kita dan
keluarga dengan aqidah
shahihah, serta membersihkan
diri dari segala noda ksyirikan
dan kebid’ahan. Ada pun cara-
cara seperti kudeta, demonstrasi,
dan sejenisnya sekali pun
dimaksudkan untuk kebaikan,
maka sebagaimana kata penyair:
ﺭﺍﻡ ﻧﻔﻌﺎ ﻓﻀﺮ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻗﺼﺪ
ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺒﺮ ﻣﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﻋﻘﻮﻗﺎ

Maksud hati ingin raih kebaikan,
namun tanpa sengaja justru
menumbulkan kerusakan.
Sesungguhnya di antara kebaikan
ada yang menjadi kedurhakaan

Sumber: Waspada Terhadap
Kisah-Kisah Tak Nyata, Abu
Ubaidah Yusuf As-Sidawi, Pustaka
Al-Furqon, 1429 H
Artikel www.kisahMuslim.com
dengan pengubahan tata bahasa
seperlunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar